Minggu, 08 April 2012

Celoteh untuk "abang" berbaju coklat

Jangan suka mencabut padi
Kalau dicabut hilang buahnya
Jangan suka menyebut budi
Kalau disebut hilang tuahnya . . .


Begitulah nenek moyang bangsa melayu mengajarkan kepada generasi penerus yang sampai dengan sekarang masih bertahta di Bumi Tuhan ini. Budaya, kawan . . budaya! Orang bilang, budaya itu adalah kebiasaan hidup yang mengakar dan dilakukan terus-menerus. Lalu, masihkah kita berbudaya? Tentu saja dengan bangga kita dapat menjawab dengan kata "iya" haHha !! Tetapi apakah budaya yang kita jalani sekarang masih dapat dikatakan sehat? Nah . . itu dia kawan, aku mulai khawatir dengan itu.

Banyak kawan muda di beberapa organisasi kepemudaan yang senang jika mengadakan demonstrasi, ada masalah sikit . . langsung angkat bendera dan turun ke jalan, teriak-teriak tidak karuan. Macam orang yang tak pernah diajar sopan santun saja dimasa kecilnya. hmHmmmm, begitulah Bangsa kita sekarang kawan, entah siapa yang memulai, entah siapa yang mengajarkan. Mana aku tahu !!

Oleh karena itu, tulisan ini coba kurangkai. Semoga dengan petuah nenek moyang bangsa melayu ini, aku dapat memberi warna dalam jejak langkah insan pembaca dalam menjalankan tugas kalifah fill 'ardh yang senantiasa akan kita pertanggungjawabkan bersama suatu ketika nanti.


Tak ada gading yang tak retak...
Laut mana yang tak berombak dan bumi mana yang tak kena hujan ?!?!

Sejarah nasional Indonesia, baik di masa pergerakan perjuangan kemerdekaan, sampai kepada masa reformasi pemerintahan. Menunjukkan bahwa setiap perubahan pasti selalu melibatkan peran pemuda dengan kekuatan moral dan kepribadiannya yang mantap. Kepribadian generasi muda yang mantap dan berbudi pekerti luhur adalah harapan kita semua sebagai anak bangsa. Proses menuju pemantapan kepribadian merupakan upaya bersama semua komponen bangsa, khususnya proses pengembangan karakter dan daya saing pemuda adalah menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat umumnya.

Sangat disayangkan bahwa akhir-akhir ini sangat banyak Pemuda Indonesia yang telah dibodohi oleh pemerintah. Hal ini dibuktikan dengan fenomena organisasi kepemudaan yang semakin merosot kualitasnya. Sudah sangat jarang terdengar kawan-kawan muda yang berasal dari kalangan elite intelektual yang mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah yang terkesan tidak memihak pada kebutuhan rakyat kecil. Sangat sulit mencari forum-forum diskusi ilmiah dikalangan pemuda yang benar-benar muda, yang membahas permasalahan dan dinamika sosial dilingkungannya. Ironisnya lagi, banyak organisasi kepemudaan yang pengurusnya sudah tidak lagi muda (baca : tua) dan sangat tidak layak mengurusi organisasi kepemudaan.

Entah sengaja ataupun tidak, pemerintah (lembaga eksekutif) selaku pelaksana jalannya pemerintahan di Negara ini seolah tutup mata dan tidak mau ambil tahu tentang permasalahan yang sudah semakin kronis ini. Mestinya pemerintah dapat dengan segera melakukan kontrol yang ketat terhadap segala aktivitas yang mengatas-namakan pemuda atau kegiatan kepemudaan. Alangkah sangat disayangkan jika anggaran belanja untuk Pembinaan Kepemudaan cenderung diselewengkan untuk hal-hal yang tidak penting melalui kegiatan “organisasi kepemudaan abal-abal” yaitu organisasi yang menggunakan kata pemuda sebagai identitas organisasinya, akan tetapi isinya ataupun pengurusnya adalah orang-orang tua yang merasa muda dan tidak sadar diri bahwa ia sudah tidak lagi muda.

Fenomena tersebut semakin parah dan terus bertambah parah, karena ternyata banyak yang mengambil kesempatan dari amanah Undang-Undang Kepemudaan yang telah di syahkan beberapa tahun yang lalu. Banyak kegiatan kepemudaan di programkan oleh pemerintah, tetapi pelaksanaannya malah di monopoli oleh "oknum birokrat kanibal" yang dengan muka tebalnya menyelenggarakan pelatihan atas nama kepemudaan dan hanya menjadikan pemuda sebagai objek bisnis kegiatan meraka. Seharusnya kegiatan kepemudaan yang telah di anggarkan oleh pemerintah tersebut, diamanahkan kepada organisasi kepemudaan sebagai pelaksana kegiatan. Dengan demikian, pemuda yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan tersebut dapat belajar dan memahami bagaimana cara seharusnya menjalankan mekanisme penyelenggaraan kegiatan.

Bagaimana mungkin pemuda di Negara ini bisa menjadi lebih maju dan memiliki kualitas handal, jika hal-hal kecil saja tidak pernah di-amanah-kan kepada mereka. Bagaimana mungkin pemuda kita bisa terbiasa berpikir maju, jika langkah meraka selalu di hambat, gerak mereka selalu di kekang oleh orang-orang tua tidak tahu diri yang selalu menganggap dirinya masih muda . . !!?!?

Generasi penerus dalam sebuah Negara harus di perhatikan, perkaderan merupakan salah satu jawaban konkrit dalam memberikan solusi bagi konsistensi masyarakat maju di sebuah Negara. Untuk itu, dibutuhkan individu-individu yang memiliki komitmen kuat dan rumusan pola perkaderan serta dukungan seluruh masyarakat dalam menjalankan serta mewariskan tujuan mulia Negara yang menjadi wadah bernaungnya selama ini. Sehingga kaum muda yang nantinya akan meneruskan estafet kepemimpinan memiliki pemahaman yang sama dalam menyikapi dan memandang tujuan Negara.

Anak yang sedang dalam proses tumbuh kembang tidak bisa di biarkan menjalaninya seorang diri. Ia butuh figur yang bisa menjadi panutan, agar perkembangan dan proses pembentukan jati dirinya tidak melenceng. Namun demikian, bukanlah suatu alasan agar kita tidak memberikan amanah dan tanggungjawab kepada anak (baca : generasi muda) untuk melanjutkan estafet kepemimpinan. Baik itu tanggungjawab dalam ruang lingkup besar maupun kecil.

Ada pepatah lama yang mengatakan "buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya" memang pembenaran akan hal itu sudah berlangsung lama di tengah kehidupan masyarakat kita selama ini. Tetapi kita juga telah lama melupakan hal yang jauh lebih penting dari itu semua. "buah yang tumbuh harus di jaga dan di rawat sejak ia berbentuk putik, diberi pupuk, diberi obat-obatan anti serangga dan di bungkus ketika buah mulai berbentuk. Kemudian ketika buah siap untuk di panen, haruslah di petik dengan cara yang benar. Agar tidak terjadi kerusakan pada buah tersebut dan kemudian buah yang akan tumbuh berikutnya memiliki tempat yang masih cukup baik untuk tumbuh dan berkembang".

Demikian pula halnya dengan pemuda kita sekarang, jika intelektualitas mereka senantiasa dijajah dengan pembodohan, tidak pernah diberi kesempatan berkreativitas, hanya diberi ceramah melalui seminar atau pelatihan di ruang sempit hotel-hotel mewah. Datang, duduk, pura-pura mendengar materi yang diberikan narasumber, sekedar bertanya untuk meningkatkan eksistensi diri yang malah mengarah kepada gangguan jiwa (narsisme), menenggak coffee break dan makan dengan lahap, tidur di kamar sejuk dan mandi dengan air hangat. Ditambah lagi setelah acara berakhir mereka disuguhi uang saku yang banyak.

Pernah suatu ketika, beberapa minggu yang lalu. Saya mengikuti pelatihan kepemudaan yang diselenggarakan oleh "birokrat". Pesertanya saya anggap "super muda" hahHaaaha!! Kenapa demikian? sebab yang hadir bersama saya di ruang pelatihan itu sudah layak saya panggil "om/tante". Karena ada beberapa peserta, yang umurnya lebih tua dari orang tua saya, kawan. (ini yang namanya pemuda?) saya bertanya didalam hati...

Mau jadi apa pemuda di negeri ini kalau terus-menerus seperti ini ??

Oleh karena itu, selayaknya pemerintah dan segenap unsur masyarakat di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini secara bersama-sama dan bergandengan tangan turut serta melakukan kontrol terhadap kegiatan ataupun aktivitas yang sudah menyeleweng dari semangat kemerdekaan itu sendiri. Bagaimana mungkin kemajuan bagi masyarakat di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang besar ini akan dapat terwujud, jika ternyata antar sesama rakyatnya masih saja menjalankan praktik penjajahan di berbagai bidang terhadap hajat hidup orang banyak.