Sabtu, 19 Juli 2014

Mental Pemulung Orang-Orang Terdidik

Jalan Garuda #36
Tombak pusaka, senjata pamungkas seorang ksatria, hanya akan menjadi alat pengais sampah di tangan seorang pemulung . . .

Kembali berpikir lebih dalam tentang amanah pengetahuan, dan kesempatan mengemban jabatan di lingkungan sosial, di antara kita. Mungkin catatan di atas, yang saya buat untuk mengawali tulisan ini, agak sedikit menggelitik minat berpikir saudara. Mari kita telaah lebih jauh, semampu saya berpikir tentunya.

Tombak merupakan senjata yang identik dengan perlengkapan perang, dahulu, sebelum kita mengenal senjata canggih seperti sekarang ini. Selain pedang, pisau, badik, dan panah, tombak kerap digunakan pada perang tradisional. Sekarang ini, tombak mungkin hanya dipakai untuk berburu babi hutan dan pada perlombaan olahraga saja.

Lalu apa hubungannya antara tombak dengan pemulung?
Apakah pemulung menggunakan tombak untuk bekerja?

Tentu saja pemulung tidak menggunakan tombak untuk bekerja, bisa ditangkap petugas keamanan lingkungan kalau ada pemulung yang membawa tombak kemana-mana. Hahhaha!! Tapi dalam hal ini, kita tidak sedang menggiring opini ke arah tersebut. Saya hanya membuat sebuah kemungkinan, andai seorang pemulung menemukan sebuah tombak di tempat sampah. Tentu tombak tersebut tidak akan dipergunakan untuk berperang, atau berburu babi, sebab babi hanya ada di kampung yang hutannya masih lebat, tidak mungkin ada pemulung di kampung-kampung seperti itu. Negara kita pun masih aman, tidak ada perang.

Pemulung pun tidak akan mungkin ikut di perlombaan olahraga cabang lempar lembing, apa mungkin ada kesempatan seperti itu? Kecil kemungkinannya. Nah, karena itu, tentu tombak yang didapatkannya bisa jadi akan dipatahkan matanya, diambil kayu gagangnya, kemudian dijadikan tongkat pengais sampah. Besar kemungkinan akan dipergunakan untuk hal itu.

Demikian pula halnya dengan amanah ilmu pengetahuan dan kesempatan mengemban jabatan, yang diperoleh oleh seorang individu bermental pemulung. Besar kemungkinan ilmu pengetahuan dan jabatan yang dimilikinya tidak akan bermanfaat lebih, hanya dipergunakan untuk kepentingan perutnya saja, sekedar untuk membanggakan diri. Tidak untuk manfaat lebih besar yang berdampak baik, bagi orang banyak.

Biasanya, individu-individu seperti itu (baca : bermental pemulung), tidak mampu berpikir kreatif, tidak punya visi dan gagasan besar, tidak visioner. Mereka senang menunggu, menanti kesempatan baik datang menghampiri, tidak berani berbuat. Padahal sebagai individu yang memiliki ilmu pengetahuan baik, apalagi yang telah mendapatkan amanah jabatan, mestinya lebih banyak berpikir, lebih gigih bergerak, lebih berani berbuat untuk kebaikan diri, keluarga dan orang banyak di sekelilingnya, yang dengan kesungguhan hati dan harapan besar, menitipkan amanah kepadanya.

Catatan ini saya tuliskan bukan untuk menghujat anda, yang berkenan membaca. Tidak, bukan seperti itu kawan. Saya hanya sekedar mengingatkan diri ini, dan mungkin anda yang berkenan menjadikan tulisan saya ini sebagai bahan introspeksi diri, seperti yang saya lakukan sekarang ini. Berpikir, kembali mengingat, apakah diri ini yang telah memiliki ilmu pengetahuan dan diberi amanah jabatan, sudah berpikir, bergerak, berbuat sesuai dengan yang semestinya. Atau masih berlaku seperti seorang pemulung sampah!?!!

Mohon maaf jika sekiranya tidak berkenan . . .
Terima kasih telah berkenan membaca