Rabu, 14 September 2016

Wacana Pembangunan Kepri : Kondisi Geografis

Cris Topan
Provinsi Kepulauan Riau, Negeri Melayu dengan luas wilayah 251.810.71 km2, yang terdiri dari sembilan puluh enam persen lautan dan hanya empat persen daratan. Memiliki pulau-pulau kecil sebanyak dua ribu empat ratus delapan buah pulau, tentu kondisi geografis kepulauan riau ini memiliki potensi yang cukup besar untuk dapat dikembangkan bagi kesejahteraan masyarakatnya. Kekayaan sumber daya alam maritim di Provinsi Kepulauan Riau, tentu memerlukan pengelolaan yang spesifik, terarah, terukur, dan berkelanjutan.

Jika kita membahas persoalan maritim Kepulauan Riau, tentu sebagian besar dari kita akan berpikir tentang pulau-pulau yang terpisahkan oleh lautan, pelabuhan, keterbatasan alat transportasi laut, tentang nelayan, tentang perahu nelayan dan alat tangkapnya, tentang industri pengolahan hasil tangkap, produk hasil olahan, tentang pasar penjualan hasil tangkapan nelayan, dan lain sebagainya.

Namun demikian, tidak kalah penting untuk mengingatkan, bahwa kita juga perlu mulai berpikir tentang penguasaan tekhnologi untuk membangun industri maritim yang lebih besar, mulai dari industri hulu hingga ke hilir. Semisal kapal tangkap ikan yang canggih, yang ditunjang dengan penerapan teknologi tinggi. Mungkin suatu ketika nanti akan ada kapal tangkap ikan milik nelayan di Kepulauan Riau yang dapat memonitor sebaran ikan secara langsung, sehingga kerja tangkap ikan dapat dilakukan dengan optimal, cepat, tepat dan efisien.

Demikian pula dengan pengelolaan industri hilir, seperti pabrik pengolahan ikan laut, mungkin suatu hari nanti, akan ada sarden yang diproduksi di Kepulauan Riau. Atau akan ada pabrik pembuat ikan asin, dengan kualitas baik dan dapat bersaing dengan produk lainnya di pasar global. Kita yang hari ini hidup pada masa tekhnologi tinggi, tentu akan merasa aneh, alangkah malu rasanya, jika hari ini kita baru mampu berangan-angan tentang pemanfaatan tekhnologi untuk mengelola hasil laut kita di Kepulauan Riau seperti ini.

Kejahatan yang terjadi di wilayah perairan Kepulauan Riau, semisal pencurian ikan, penyeludupan barang, hingga pengiriman tenaga kerja illegal, perlu diantisipasi dengan aturan hukum yang jelas. Sejauh ini ketidaktahuan warga tentang aturan hukum laut dan hal-hal yang berkaitan dengan itu semua, telah dimanfaatkan oleh pihak-pihak rakus yang bertindak sewenang-wenang dengan menggunakan jabatan atau bersekongkol melalui kedekatannya dengan pejabat. Harus ada tindakan tegas dan transparan atas semua pelanggaran itu.

Hal ini perlu disikapi secara serius, kebijakan pembangunan daerah di sector maritim yang dirancang oleh pemerintah daerah perlu diselaraskan dengan aturan yang berpihak pada rakyat, sehingga tidak sekedar menjadi bahan pencitraan dan kegiatan seremonial belaka. Kita yang hidup hari ini perlu berpikir kedepan, dengan visi jangka panjang yang cemerlang.

Kondisi geografis : pulau-pulau kecil yang dihubungkan oleh lautan, melihat keterbatasan sebagai peluang masa depan warga Kepulauan Riau.

Senin, 13 Juni 2016

Melirik Potensi Pariwisata di Pulau Penyengat

Minggu (24/4/2016) pagi, cuaca cukup cerah. Semilir angin berhembus dari laut yang sedang pasang. Ombak tak terlalu tinggi, aktivitas penyeberangan dari Tanjungpinang menuju Pulau Penyengat pun terasa nyaman.

Beberapa pekerja serta warga Tanjungpinang dan sekitarnya memanfaatkan waktu libur kerja akhir pekan untuk mengunjungi Pulau Penyengat, sebuah pulau di Kota Tanjungpinang yang kental dengan nilai sejarah dan budaya melayu. Hari itu, selain saya, juga banyak rombongan wisatawan domestik dan mancanegara berkunjung ke Pulau Penyengat.

Setiap hari libur, Pulau Penyengat memang ramai dikunjungi wisatawan. Dengan membayar Rp7.000 sekali jalan, kita dapat mencapai Pulau Penyengat dari Tanjungpinang.

Mengendarai sepeda yang saya pinjam dari seorang teman yang tinggal di Pulau Penyengat, saya berkeliling mengikuti rombongan wisatawan. Pengemudi becak motor menjadi pemandu bagi rombongan wisatawan itu, saat tiba di Pulau Penyengat untuk mengelilingi tempat-tempat bersejarah. Jasa Bentor, sebutan khas becak motor Pulau Penyengat tersebut, tarifnya Rp30.000 per jam.

Seolah tak ada kata lelah saat mengelilingi Pulau Penyengat, meski harus dengan mengayun sepeda. Rindang pepohonan menjulur di kiri dan kanan jalan, menawarkan kesejukan bagi siapapun yang ada di sekitarnya.

Puas berkeliling mengunjungi situs sejarah Kerajaan Riau Lingga di Pulau Penyengat, sejenak saya beristirahat di Balai Adat Indra Perkasa. Saya merasa ada yang masih kurang, sesuatu yang awalnya saya bayangkan akan saya jumpai di Pulau Penyengat, ternyata tidak saya temui.

Selain wisata sejarah, semestinya di Pulau Penyengat dapat pula kita temui wisata budaya. Ya, nilai-nilai budaya melayu yang kaya akan falsafah kehidupan, yang semestinya dimanfaatkan oleh warga masyarakat Pulau Penyengat sebagai pilihan destinasi wisata lain, selain tentunya destinasi wisata sejarah bagi wisatawan di pulau ini.

Saya tidak menjumpai aktivitas kegiatan warga masyarakat di Pulau Penyengat yang menggambarkan tradisi dan nilai budaya melayu sebagaimana saya baca dari buku-buku sejarah dan promosi pariwisata Kepulauan Riau. Saya tidak menjumpai aktivitas anak-anak yang bermain gasing, bermain goli atau kelereng, atau anak-anak yang ramai bermain layang-layang.

Saya juga tidak menjumpai aktivitas sanggar seni melayu, yang bisa dikunjungi wisatawan. Di mana pengunjung dapat melihat dan ikut belajar menabuh gendang dan mendendangkan lagu melayu, atau sekadar belajar berpantun.

Saya juga sempat membayangkan akan menjumpai banyak kedai makan yang menjual hidangan khas melayu. Di mana saya dapat menikmati makanannya yang bercita rasa khas, semisal asam pedas ikan sembilang atau menu makanan melayu lainnya. Memang ada pedagang yang membuka kedai makanan di sekitar balai adat, tapi yah sekedar makanan biasa yang bisa juga ditemukan di tempat-tempat lain, seperti mie instan rebus, bakso, atau soto ayam. Lagi-lagi, yah cuma sekedar makanan biasa, tidak menggambarkan khazanah cita rasa melayu yang khas. Satu-satunya kedai makan yang menjual makanan dengan cita rasa khas melayu cuma ada di dekat pelabuhan, tidak jauh dari Masjid Sultan Riau.

Andai saja di Pulau Penyengat banyak kedai makan yang menjual makanan yang bercita rasa melayu, di mana wisatawan yang datang berkunjung juga dapat sekalian belajar meracik bumbu dan memasak di tempat yang sama. Tentu wisatawan yang datang berkunjung ke Pulau Penyengat akan lebih terkesan dengan adanya nilai lain dan manfaat lebih yang dapat dibawa pulang dari Pulau Penyengat.

Kurang tepat rasanya jika tradisi dan khazanah budaya hanya dikembangkan sebatas simbol-simbol berbentuk pakaian adat, lagu, nyanyian, atau gerak tari di acara seremonial tahunan. Untuk meningkatkan pendapatan dan kualitas hidup warga tempatan dari sektor pariwisata, spirit budaya perlu ditanamkan pada jiwa setiap individu sejak dini. Tradisi budaya itu semestinya tergambar di kehidupan kita sehari-hari, tidak sekadar di acara seremonial yang digelar oleh instansi pemerintah setahun sekali.

Harus ada kelompok masyarakat yang mulai bergerak lebih gigih untuk memanfaatkan potensi pariwisata di bidang budaya di Pulau Penyengat, arahan, dan bimbingan dari instansi pemerintahan yang membidangi sektor pariwisata, dirasa perlu segera untuk digalakkan. Demikian pula dengan kebudayaan generasi pengganti, perlu diajarkan dan ditanamkan nilai-nilai budaya melayu sejak dini di sekolah formal, diberikan materi pelajaran yang terstruktur tentang sejarah dan budaya melayu, serta bagaimana strategi memanfaatkannya sebagai sumber kekuatan ekonomi kerakyatan di tanah melayu yang kita cintai ini.

Minggu, 14 Februari 2016

Tolong Menolong

Mengalami kesulitan adalah risiko yang harus dirasakan saat kita memberanikan diri untuk menolong orang lain, terkadang bukan saja kesulitan fisik, tekanan batin pun harus rela diterima dengan lapang dada. Bahkan tidak jarang, kita pula yang harus memikul penderitaan lebih setelah kita menolong orang lain. Sukur-sukur dapat ucapan terima kasih dan perlakuan baik setelah kita memberikan pertolongan, pada kenyataannya, terkadang justru lebih sering kita mendapatkan sindiran, tatapan sinis dan wajah masam yang harus kita hadapi setiap hari, luar biasa!! Laa hawla wala kuwwata illabillahil'aliiyil adziim. Kuatkan diri kami Ya Rabbi, jagalah hati dan keyakinan kami agar tetap dalam Iman dan Islam. Aamiin 99x

Manusia sebagai makhluk sosial perlu hidup saling tolong menolong, kita sadari itu. Terkadang ada masa kita butuh pertolongan dari orang lain, kemudian ada pula masanya kita harus menolong orang yang membutuhkan pertolongan kita, apalagi jika kita mampu untuk melakukannya.

Menolong dapat kita pahami sebagai upaya yang didasari oleh kesadaran dan rasa tanggungjawab, tidak perlu diminta. Menolong itu adalah perbuatan mulia, tentu saja dalam konteks menolong untuk sebuah kebaikan. Namun demikian, tidak semua orang sanggup melakukannya. Meski tidak dapat disimpulkan bahwa upaya memberikan pertolongan sebagai upaya yang berat, sulit, sukar untuk dilakukan. Tergantung dari mana dan bagai mana cara kita memandangnya, persepsi kita terkadang memang berbeda, tergantung pada kualitas kita sebagai manusia. Justru karena itulah, tidak semua orang sanggup untuk melakukannya.

Hanya orang yang berhati bersih dan ikhlas, yang menyadari bahwa keberadaannya di muka bumi ini dan apa yang dimilikinya hari ini, baik nafas, tenaga, kemampuan berpikir, ilmu pengetahuan, harta maupun jabatan, hanyalah sebagai titipan, sebagai sebuah kesempatan untuk beramal, berbuat baik dan menjalankan tugas dari sang pencipta terhadap sesama makhluk ciptaan yang hidup di muka bumi untuk menjadi bekal yang akan dibawa kelak di akhirat, yang akan sanggup melakukannya.

Apalagi jika kita sudah mengetahui persoalan yang sedang dihadapi dan mampu untuk memberikan pertolongan bagi orang lain yang membutuhkan pertolongan kita, tanpa diminta dan menunggu orang tersebut menengadahkan tangan kepada kita, mestinya kita sigap untuk memberikan pertolongan.

Tanpa kita sadari, terkadang satu persoalan yang kita anggap kecil, masalah sepele yang tidak dapat dihadapi oleh seseorang, justru berdampak besar terhadap diri individu maupun bagi orang banyak di lingkungan sosialnya. Keberadaan kita yang berdiam diri, mengulur-ulur waktu, padahal mampu untuk memberikan solusi segera terhadap masalah yang dihadapi oleh orang lain, tanpa kita sadari justru menjadi bagian besar penyebab problematika sosial di lingkungan kita.

Beberapa tahun terakhir, banyak bermunculan orang berlatar belakang pendidikan, profesi dan kelompok tertentu, yang dengan modal segenggam kata mutiara pemanis lidah menebar janji di mana-mana untuk menarik perhatian, hadir di antara kita, berkata dan berbuat seolah-olah akan menolong kita. Fenomena ini muncul tentu karena adanya sebab, tidak hadir begitu saja. Tidak dapat dipungkiri, ada tujuan memperoleh keuntungan materi terselip di situ.

Tidak cukup berhenti di situ saja, kemudian bermunculan banyak motif dan bentuk berbeda namun dengan tujuan yang sama, dengan meniru cara dan gaya serupa mereka menipu untuk memperoleh keuntungan ekonomi dan kenaikan derajat sosial. Untuk mencapai tujuan itu, tidak sedikit tipu muslihat dilakukan, bahkan tidak menutup kemungkinan orang terdekat pun akan dikorbankan.

Hal seperti ini mungkin tidak terlalu menarik bagi kita, tipu muslihat mungkin sudah biasa terjadi disekitar kita, pengorbanan kecil yang dilakukan orang lain untuk menolong kita mungkin tidak membawa makna lebih bagi diri kita, namun hal seperti itu bisa saja menjadi penyebab masalah besar yang suatu hari nanti harus kita hadapi tanpa terduga.

Dalam memberikan upaya pertolongan mestinya benar-benar karena didasari oleh kesadaran dan rasa tanggungjawab, sebagai manusia yang tidak bisa hidup sendirian, mestinya kita sadari itu. Sebagai orang yang pernah menerima pertolongan, rasanya sangat tidak pantas jika kita terlalu menghitung-hitung materi, berdiam diri, menunda-nunda dan membiarkan orang yang pernah menolong kita dengan bersungguh-sungguh, merasakan kesusahannya sendiri. Apalagi jika kita ternyata mampu dan tidak ada halangan untuk memberikan pertolongan.

Terkadang bagi sebagian orang yang kukuh menjaga harga diri, meminta pertolongan kepada sesama manusia disaat ia sedang mengalami kesulitan adalah hal yang sangat memalukan, takut dianggap lemah, manja, dan tidak mandiri. Meski disaat itu ia sedang sangat membutuhkan pertolongan. Pada saat seperti ini lah, uluran tangan kita yang mampu dan menyadari kesulitan orang lain sangat berarti kehadirannya. Semoga kita diberikan kesempatan sebanyak-banyaknya untuk dapat menolong orang lain...