Sabtu, 03 Desember 2011

Pemuda, Pedang Bermata Dua

Apabila di masa pergerakan sebelum kemerdekaan mahasiswa merupakan kaum pencerah yang menuntun rakyat meraih kemerdekaan, namun kini pada kenyataannya menjadi mahasiswa lebih sering dimaknai sebatas sebagai alat mobilisasi vertikal semata. Mereka hanyalah kumpulan individu-individu yang mengejar kepentingannya dan keuntungan sendiri. Seperti, mereka belajar sekedar sebagai modal untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak dan memperoleh pendapatan yang lebih baik, karena itu akan berkorelasi dengan kenyamanan hidup yang akan mereka dapatkan nantinya. Tanpa mau peduli dengan keadaan sosial di sekitar mereka.

Fenomena deregenerasi ini disebabkan oleh generasi muda saat ini gagal menangkap semangat zamannya. Dampaknya sebagian besar generasi muda alpa akan tugas peradabannya, yaitu mewujudkan kehidupan yang lebih baik bagi seluruh rakyat dan terciptanya peradaban Indonesia yang unggul. Akibatnya, peradaban kehabisan energi untuk bertahan hidup dan perlahan bergerak menuju jurang kehancurannya sendiri. Karena generasi muda pewaris peradaban telah gagal melakukan dinamisasi kehidupan berupa pembaharuan dan perubahan sosial didalam dirinya sendiri.

Hal ini disebabkan oleh generasi muda yang tidak memiliki kreatifitas dan inovasi melakukan rekayasa since-teknologi maupun rekayasa sosial yang nantinya akan melahirkan pembaharuan dan perubahan sosial yang sangat dibutuhkan peradaban untuk merefresh atau mendaur ulang kehidupannya. Mereka telah kehilangan inisiatif untuk melakukan perubahan karena tidak tahu harus berbuat apa dan memulai dari mana.

Kondisi-kondisi memperihatinkan seperti kemiskinan, korupsi yang menjangkiti semua level dan lini kehidupan masyarakat, belum lagi ditambah dengan bagaimana kedaulatan bangsa kita terinjak-injak karena bangsa lain tahu bahwa bangsa kita adalah bangsa yang lemah, kemudian konspirasi kartel ekonomi dunia yang dapat dengan mudah mengeksplorasi kekayaan alam bangsa kita tanpa memberikan keuntungan nyata untuk bangsa kita.

Hal ini merupakan akibat dari kaum terpelajar dan elite intelektual yang ada saat ini tidak memiliki pemaknaan yang cukup terhadap empat pilar kebangsaan. Yaitu, Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika. Sehingga mereka tidak mengenal jati diri bangsanya dalam pemaknaan yang sebenarnya. Hasilnya, cara penyelesaian masalah mereka adalah “not out of the box thinking but out of the context thinking” sehingga selalu gagal mendekati sumber masalahnya. Hal ini di perburuk lagi oleh ketiadaan mental pengabdian untuk bangsa, dan cita-cita mereka sebatas hanya mengejar kenyamanan hidup mereka sendiri.

Bahkan konyolnya ada idiom di Indonesia, bahwa semakin pintar seseorang maka akan semakin mudah untuk menipu orang bodoh (baca : rakyat kecil) dengan mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari ketidak berdayaan mereka. Hal ini merupakan contoh klise model penjajahan dan penindasan antara sesama anak bangsa yang menjadi penyakit kronis peradaban Indonesia sejak lampau.

Saya ingin berbagi sebuah cerita tentang secangkir minuman yang hangat dan nikmat, cerita ini saya peroleh dari salah seorang Dewan Pembina Mahasiswa Riau ketika mengikuti Musyawarah Nasional Forum Komunikasi Ikatan Pelajar Mahasiswa Riau Se-Indonesia di kawasan Puncak (Jawa Barat) bulan Desember 2010 lalu, begini ceritanya :

Lembaga pendidikan (perguruan tinggi) itu dapat kita ibaratkan seperti cawan batu yang indah, sebuah maha karya yang telah diperhitungkan secara sempurna dalam proses pembuatannya. Tujuan pembuatan cawan batu tersebut bukan hanya sekedar sebagai tempat minum bagi orang-orang yang memilikinya nanti. Tetapi lebih dari pada itu, cawan batu yang dibuat oleh pengrajinnya dapat dinikmati bersama-sama oleh pemilik dan tamu yang mengunjunginya sebagai tempat dihidangkannya minuman hangat yang nikmat.

Kemudian dalam proses pembuatan minumannya dibutuhkan sendok yang dalam hal ini kita ibaratkan sebagai sosok seorang dosen di perguruan tinggi. Untuk membuat minuman hangat dan nikmat itu, maka sendok berperan sebagai pemersatu larutan. Ia berputar, berayun dengan teratur. Walau di tengah-tengah air panas yang mendidih, sendok tetap tidak protes karenanya. Demikian juga cawan batu, meski dituangkan air panas kedalamnya untuk melarutkan ramuan minuman yang dibuat. Ia tetap berdiri tegak dan kokoh di tempatnya, tidak bergerak ataupun bergeser sedikitpun karenanya.

Cawan batu, sendok dan ramuan minuman yang dibuat selalu bertugas dan menyadari fungsinya masing-masing, bahwa air panas yang dituangkan bukanlah untuk menyakiti. Tetapi jauh lebih mulia fungsinya, sebagai pelarut dan penyempurna campuran ramuan minuman nikmat yang diinginkan. Tidak ada yang boleh ikut campur, kecuali memang harus dicampurkan. Harus tahu diri dan berfungsi sebagaimana kegunaan yang sebenarnya.


Dari cerita diatas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa lembaga pendidikan (perguruan tinggi) yang baik tentunya harus menerima dengan ikhlas aktivitas mahasiswanya, bahkan mendukung secara optimal terhadap kegiatan yang dapat menunjang peningkatan kualitas sumber daya manusia mahasiswanya. Seperti cawan batu yang dengan ikhlas menerima siraman air panas untuk membuat minuman di atas, perguruan tinggi harus bisa menempatkan diri sebagai mana mestinya. Harus berani menerima kritik, masukan dan saran dari manapun agar kualitasnya dapat ditingkatkan menjadi lebih baik lagi. Kemudian dosen yang baik tentunya harus dapat membimbing, mengarahkan dan memberi contoh yang baik agar dapat ditiru oleh mahasiswanya. Bukannya menghalang-halangi mahasiswa untuk melakukan aktivitas sosial dilingkungan kampus ataupun dilingkungan tempat tinggal mahasiswanya.

Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban kita semua untuk saling nasihat menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Agar kawan-kawan dan rekan kita yang sedang terbuai dalam kenikmatan sifat lupanya kembali segera tersadar bahwa ia sedang berada dalam keadaan yang kurang benar dan harus segera kembali kepada jalan yang benar.

Kemerdekaan Bangsa Indonesia yang direbut dengan darah pejuang tentu harus di isi dengan pembangunan segenap lapisan masyarakat, termasuk pemuda. Agar bangsa Indonesia dapat tumbuh sebagai bangsa yang kuat serta mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di kancah pergaulan internasional agar tidak kembali terjajah. Mendiang mantan Presiden Indonesia (Bung Karno) pernah berpesan, bahwa penjajahan akan terus ada di muka bumi dalam berbagai bentuk imperialisme baru. Mulai dari imperialisme ekonomi hingga imperialisme politik dan budaya. Bangsa yang kuat akan cenderung menjajah yang lemah dan negara yang lemah akan cenderung takluk dalam genggaman negara adikuasa.

Menghadapi berbagai bentuk imperialisme baru, memandirikan bangsa agar tetap dapat terus berdiri sama tegak dan sama tinggi (sederajat) dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Itulah bentuk perjuangan nyata di era kemerdekaan, bukan dengan senjata tetapi dengan keunggulan dan kemampuan bersaing dengan bangsa-bangsa lain.

Karena kehidupan dan kematian terus berlalu, yang kini hidup kelak akan mati dan di gantikan oleh yang kini muda. Maka perjuangan itu mesti diteruskan dalam estafet yang tiada henti. Jelas, bahwa bakal penerus estafet perjuangan bangsa itu adalah generasi muda.

Pemuda adalah harapan masa depan bangsa, kata-kata tersebut tentunya bukan sekedar retorika untuk melebih-lebihkan peran pemuda. Sebab di tangan pemudalah masa depan bangsa berada. Ketika para pemegang tampuk pemerintahan kelak pensiun, ketika para eksekutif dan professional kelak uzur, ketika para entrepreneur kelak menjadi tua, ketika para pemuka adat sudah tidak lagi sanggup mengingat perjalanan sejarah dan ketika guru sudah tidak sanggup lagi melihat huruf-huruf yang terangkai di dalam sebuah buku. Maka para pemudalah yang nantinya akan menggantikan mereka. “kami tidak lagi bisa berkata kaulah sekarang yang berkata. Teruskan, teruskan jiwa kami” kata Chairil Anwar.

Kondisi masa depan bangsa sangat bergantung pada kondisi kaum muda saat ini. Jika saat ini mereka kurang baik, kemungkinan akan tidak baik pula bangsa ini dimasa depan. Jika kualitas sumber daya manusia pemuda Indonesia lemah, maka di masa depan bangsa Indonesia pun harus siap kalah. Tetapi jika mereka (kaum muda) dapat tumbuh dan berkembang sebagai bibit unggul yang memiliki daya saing tinggi, maka bangsa ini mempunyai harapan untuk memiliki masa depan yang gemilang.

Justru karena itu, pemuda perlu mendapatkan perhatian khusus dalam pembangunan bangsa. Pernyataan bahwa pemuda adalah pemimpin dan harapan masa depan bangsa tidak dapat di biarkan berhenti sebatas retorika saja. Mereka harus digarap dan dipersiapkan sejak saat ini, agar kelak benar-benar mampu tampil sebagai putra-putri pemimin bangsa yang handal dan mampu memenuhi harapan masa depan masyarakat.

Pemberdayaan pemuda perlu dilakukan dengan berbagai cara dan di berbagai sektor pembangunan, agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan sehat dan cerdas. Sehingga kelak dapat menjadi tokoh-tokoh masyarakat, pelaku bisnis dan dunia kerja yang berdaya saing tinggi, serta jujur dan mandiri untuk dapat membawa bangsa ke arah kejayaan bukan ke arah keterpurukan.

Adalah tugas bersama pemerintah dan masyarakat untuk membina dan memberdayakan pemuda sejak saat ini. Tidak hanya melalui lembaga pendidikan formal, tetapi juga lembaga pendidikan non formal. Tidak hanya melalui keluarga, tetapi juga melalui lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan dan kepemudaan yang ada. Jangan salahkan pemuda yang tidak siap menghadapi masa depan, jika kita tidak pernah membina dan memberdayakan mereka secara maksimal. Jangan salahkan pemuda jika kelak mereka tidak siap memimpin bangsa, karena kita tidak mempersiapkan dan memberi kesempatan pada mereka untuk belajar memimpin sejak sekarang.

Lewat jasa pemudalah roda sejarah bangsa ini berputar, di tangan merekalah visi kebangsaan ini terbentuk dan di pundak mereka juga diletakkan tanggung jawab berat memikul persoalan-persoalan kebangsaan. Dalam perspektif demokrasi, gerakan pemuda, terutama yang terhimpun dalam organisasi sosial-kemasyarakatan merupakan pilar dari civil society. Sebagai pilar civil society, kaum muda menjalankan peran-peran positif, terutama dalam konteks perubahan yang tengah berlangsung dalam masyarakat.

Peran pemuda dalam konteks perubahan sosial-politik menjadi semakin penting karena ia mampu memainkan peran-peran positif sesuai dengan kemampuan dan profesionalismenya. Dalam konteks ini, gerakan pemuda yang termanifestasikan dalam gerakan pemuda terpelajar di Indonesia memiliki andil yang cukup besar sebagai aktor perubahan. Di dalam struktur sosial-politik yang tengah berubah, peran pergerakan sangat strategis sebagai aktor penggerak perubahan tersebut.

Sejarah nasional telah membuktikan bahwa pemuda merupakan penggerak roda sejarah yang mampu membawa masyarakat pribumi yang tertindas menuju cita-cita kemerdekaan yang sesungguhnya. Bangsa ini lepas dari cengkeraman kolonial karena jasa kaum muda. Secara signifikan, pemuda akan terus melakukan transformasi konstruktif atas pranata sosial-kemasyarakatan secara luas dalam rangka memajukan kehidupan demokrasi. Catatan sejarah gerakan kepemudaan di Indonesia sudah membuktikannya. Bahkan, para pemuda (gerakan mahasiswa) sangat signifikan dalam mendorong proses perpolitikan di tanah air, penegakan hukum, transparansi dan pertanggungjawaban di semua lini kehidupan. Tugas pemuda adalah memikirkan kepentingan umum demi menjaga agar pranata-pranata yang telah terbentuk tidak menyimpang dari tujuannya. Disitulah arti peran pemuda yang dapat menciptakan mekanisme check and balance.

Dalam konteks perubahan sosial, gerakan pemuda terpelajar merupakan bagian dari aktor perubahan itu sendiri sebagai agent of change. Sebagai generasi inelektual-intelegensia atau intelektual berbasis kemampuan akademik, pemuda terpelajar diharapkan mampu menjalankan peran-peran strategis dalam konteks perubahan sosial di Indonesia. Dengan wawasan dan keahlian berbasis akademik, pemuda terpelajar juga diharapkan mampu menjadi calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang. Kaum intelektual-intelegensia adalah mereka yang mampu memberikan kontribusi terhadap proses pembangunan, transmisi dan kritik gagasan.

Peran pemuda sangat penting sebagai aktor perubahan secara horizontal, komitmen kebangsaan pemuda yang tercetuskan lewan sumpah pemuda harus tetap menjadi spirit gerakan kepemudaan, di mana pun dan kapan pun mereka berjuang. Dalam konteks menjaga komitmen kebangsaan yang diimplementasikan dalam kehidupan sosial-kemasyarakatan di Indonesia, pemuda harus peka membaca potensi-potensi konflik yang dipicu akibat perbedaan latar belakang budaya di Indonesia.

Komitmen “Mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia” yang dituangkan dalam Sumpah Pemuda harus di pahami dengan pembacaan yang kritis terhadap latar belakang persatuan bangsa Indonesia yang beragam etnis, budaya dan agama. Jika pemuda hendak menempatkan diri sebagai aktor perubahan sosial, maka ia harus memiliki wawasan kebangsaan multikultural. Jika tidak, maka perubahan sosial yang dimotori kaum muda akan menuai kendala yang cukup berarti. Konflik antar kelompok dengan latar belakang etnis, budaya dan agama bisa memicu disintegrasi bangsa.

Dalam konteks kehidupan bangsa Indonesia yang mulikultural, ketika masing-masing tidak bisa saling memahami, sudah barang tentu akan memicu konflik yang akan mengundang masalah bagi masa depan kemanusiaan. Konflik yang pada mulanya berawal dari perbedaan prinsip dan kepentingan antar manusia justru paling sering berbuah bencana kemanusiaan.

Tidak jarang konflik-konflik yang terjadi berbuah kerusuhan dan bahkan pembunuhan. Fakta inilah yang menjadi alasan pokok, jika perbedaan dalam konteks masyarakat multikultural tidak bisa disikapi secara bijaksana, justru akan melahirkan bencana bagi kemanusiaan.

Atas dasar inilah, generasi muda yang berperan sebagai aktor perubahan sosial harus memiliki wawasan kebangsaan multikultural. Ketika pemerintah tidak mampu mengontrol masyarakat, pemuda memainkan peranannya sebagai kontrol sosial yang efektif. Oleh karena itu, sudah sepantasnya wawasan kebangsaan multikultural menjadi agenda besar bagi bangsa Indonesia dalam mewujudkan konsep kehidupan yang berkeadilan dan demokratis.

Sebagai aktor perubahan sosial, kaum muda Indonesia diharapkan tetap mampu menjalankan fungsi check and balance. Sebab, pemerintah tidak selamanya dapat bertindak adil, terutama dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan strategis yang sangat dibutuhkan masyarakat. Padahal, masyarakat Indonesia merupakan manifestasi dari berbagai macam latar belakang etnis, budaya dan agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar